Membuat Sate Padang dengan Bumbu yang Lezat

Sate Padang Panjang
Sate khas Padang Panjang memiliki kuah yang kental dan berwarna kuning. Warna kuning ini berasal dari kunyit yang merupakan rempah utama dalam membuat kuah satenya. Sate Padang Panjang mengeluarkan aroma yang lebih harum dan rempah-rempahnya jauh lebih terasa kuat di lidah.

Sate Pariaman
Kuah sate yang berasal dari Pariaman tidak berwarna kuning, melainkan merah. Dalam membuat bumbu, orang Pariaman menambahkan lebih banyak cabai merah sehingga selain warnanya merah, rasanya pun lebih pedas.

Sate Padang Kota
Berbeda lagi dengan sate Padang Kota. Sate ini memiliki kuah yang berwarna kecokelatan. Banyak yang berpendapat bahwa warna cokelat pada kuah sate Padang Kota ini disebabkan perpaduan antara sate khas Padang Panjang dan sate khas Pariaman.

Meski mengalami sedikit perubahan, pada dasarnya proses pembuatannya tetap sama. Daging segar direbus agar menjadi lunak, kemudian diiris-iris dan dilumuri bumbu yang terdiri dari berbagai macam rempah. Air kaldu rebusan daging digunakan sebagai bahan untuk membuat kuah sate. Sebelum disantap, sate dibakar menggunakan arang seperti sate pada umumnya.

Karena itu, dari mana pun asalnya dan bagaimana pun penampilannya berbeda-beda, sate khas masyarakat Minang ini sama nikmatnya. Ternyata, tak hanya enak di lidah, sate Padang juga punya manfaat untuk tubuh karena kandungan gizinya cukup banyak, terutama dari daging sapi, yaitu:

Zat besi, yang berguna untuk mencegah anemia, meningkatkan metabolisme tubuh, dan meningkatkan kekebalan tubuh.
Protein, yang sangat penting dalam membantu perkembangan otak dan membentuk jaringan baru atau menambah massa otot-otot tubuh.
Selenium, yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk zat antioksidan dan meningkatkan kekebalan tubuh.
Seng atau zinc, yang berfungsi meningkatkan metabolism, kekebalan tubuh, dan fungsi reproduksi pada laki-laki.
Vitamin B Kompleks, yang berperan dalam meningkatkan konsentrasi dan daya ingat karena vitamin B membantu kerja sistem saraf otak.
Omega 3, yang membantu menjaga fungsi jantung, sistem saraf pusat, dan hati.
Apa Bedanya Sate Padang Panjang, Sate Dangung-Dangung, dan Sate Pariaman
Sate Padang memiliki bermacam variasi. Tiga di antaranya adalah sate Padang Panjang, sate Dangung-Dangung, dan Sate Pariaman. Apa saja perbedaan ketiganya?

Sate Padang Panjang
Sate Padang Panjang memiliki ciri kuah yang berwarna kuning kecoklatan dengan aroma kunyit yang dominan. Cita rasanya gurih dan sedikit pedas. Sate Padang Panjang lebih dikenal dengan nama sate Darek.

Sate Pariaman
Sate Pariaman asli memiliki kuah berwarna merah kecokelatan. Warna merah yang lebih dominan ini disebabkan penggunaan cabai merah yang lebih banyak. Tak heran, rasa kuah sate Pariaman jauh lebih pedas dibandingkan sate Padang Panjang.

Sayangnya, cukup sulit menemukan sate Pariaman berkuah merah di luar daerah asalnya. Rata-rata penjual sate Pariaman meracik kuah berwarna coklat, yang merupakan perpaduan antara sate Padang Panjang dan Pariaman.

Sate Dangung-Dangung
Dangung-dangung adalah nama ibukota Kecamatan Guguk, Kabupaten 50 kota. Perbedaannya sate Dangung-dangun dengan sate Padang Panjang atau sate Pariaman adalah rasanya yang jauh lebih manis. Daginnya dibaluri parutan bumbu kelapa kekuningan di sekelilingnya.

Kuahnya sendiri mirip dengan kuah sate Padang Panjang, yaitu berwarna kuning kecokelatan dengan aroma wangi yang menggoda. Jadi, memakan sate ini akan memberikan perbaduan rasa gurih dan manis yang nikmat di lidah. Sate Dangung-dangung bisa dengan mudah dijumpai di seluruh wilayah Sumatra Barat.

Sumber : https://ramesia.com/sate-padang/

Membuat Bumbu Rendang Otentik Khas Minang

Sejarah dan Filosofi Rendang
Masyarakat Minangkabau sudah mengenal rendang sejak zaman dahulu. Rendang bukan cuma dikenal sebagai lauk sehari-hari. Akan tetapi, rendang telah menjadi bagian dari tradisi yang dihidangkan dalam berbagai acara adat. Bahkan, rendang juga sudah disebut-sebut dalam karya sastra Melayu klasik seperti Hikayat Amir Hamzah pada pertengahan abad ke-16.

Dari tanah Minang, seni memasak rendang kemudian menyebar ke berbagai daerah lain di Sumatra, seperti Mandailing, Riau, Jambi, hingga ke negeri seberang, Malaysia. Hal ini tidak lepas dari budaya merantau masyarakat Minang. Rendang sangat awet, sehingga cocok menjadi bekal perjalanan merantau dan berlayar yang membutuhkan waktu lama.

Pada perkembangan selanjutnya, penyebaran rendang bukan hanya karena dijadikan sebagai bekal. Selain menjadi pegawai atau berniaga, banyak para perantau dari Minang yang membuka usaha sampingan berupa rumah makan Padang. Dari rumah makan inilah rendang pun semakin dikenal luas hingga ke penjuru dunia.

Secara bahasa, ada yang unik dari rendang. Rendang atau yang disebut randang dalam bahasa Minang, berasal dari kata marandang, yang artinya menihilkan air menjadi nol. Jadi, Atau dengan kata lain, merandang adalah proses memasak dengan cara diaduk terus menerus sampai santan kelapanya mengering.

Prosesnya dimulai dari membaut gulai, kalio, hingga akhirnya menjadi rendang. Karena makanan yang dimasak dengan cara marandang ini kering dan awet, maka marandang juga bisa diartikan sebagai proses pengawetan makanan secara alami ala masyarakat Minang.

Usaha dengan Vacuum Sealer

Simbol Kebersamaan dan Persatuan
Begitu pentingnya cara memasak rendang, orang Minang memiliki filosofi tersendiri yang harus diikuti untuk bisa memasak dengan benar, yaitu: “Kurang kacau cik kambingan, taklampau kacau bapantingan.” Artinya, bila kurang diaduk (kacau) santannya akan pecah, tetapi kalau apinya terlalu besar, minyaknya akan berlompatan).”

Jadi, cara mengaduk dan suhu api harus benar-benar diperhatikan ketika memasak rendang. Kedua hal ini pula yang menjadi kunci warna hitam yang menjadi ciri khas rendang Padang. Bahkan, karena keunikannya ini, rendang dicatat dalam sumber-sumber tertulis Belanda dan disebut sebagai makanan yang dihitamkan dan dihanguskan.

Selain artinya, rendang juga ternyata memiliki makna yang lebih dari sekadar makanan. Rendang merupakan simbol dari budaya musyawarah dan mufakat yang merupakan salah satu ciri khas masyarakat Minangkabau, yaitu:

Dagiang atau daging, merupakan simbol bagi niniak mamak (tetua adat) dan bundo kanduang (pemimpin keluarga). Dalam budaya Minang, keduanya merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap kemakmuran anak kemenakan (anak saudara kandung) dan anak pisang (anak keturunan laki-laki).
Karambia (kelapa), merupakan personifikasi dari cadiak pandai (cerdik pandai/kaum intelektual). Kelompok masyarakat ini memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merekatkan hubungan antar individu dan antar kelompok di dalam masyarakat.
Lado (cabai), merupakan lambing bagi alim ulama. Rasa pedas merupakan simbol sikap tegas dalam mengajarkan dan menegakkan syariat agama.
Para pemasak (bumbu), melambangkan seluruh masyarakat Minangkabau.

No comments:

Post a Comment

Bisnis Besar Dalam Berjualan Sate Kambing

Bisnis di bidang kuliner merupakan sebuah lahan bisnis yang menjanjikan dan memberikan profit yang besar. Hal ini karena kuliner merupakan k...